Tonggak Sejarah Terbentuknya Pela Beinusa Amalatu - Hatuhaha Amarima
Kearifan lokal dalam "pela" yang merupakan pernyataan hubungan persaudaraan di kalangan masyarakat Maluku terbentuk melalui rangkaian proses sejarah yang panjang. Perasaan senasib dalam kehidupan masa lalu mendorong terjalinnya hubungan persaudaraan di antara kelompok-kelompok masyarakat.
Salah satu hubungan pela...yang dibentuk oleh proses sejarah yang demikian panjang adalah hubungan antara masyarakat Hatuhaha yang mendiami Pulau Haruku dengan masyarakat Tuhaha yang mendiami Pulau Saparua. Dieter Bartels dalam disertasi Doktornya pada Cornel University Amerika Serikat menyebutkan bahwa Tuhaha dan Hatuhaha telah memiliki hubungan akrab dan hubungan darah sejak zaman dahulu. Bahkan, sebagai bentuk keakraban antara kedua pulau ini, catatan Portugis menyebutkan bahwa Hatuhaha disebut sebagai Hatuhaha Altua Grade yang artinya Hatuhaha besar. Dan Tuhaha disebut sebagai Hatuhaha Altua Pigieno yang artinya Hatuhaha kecil.
Tonggak sejarah yang menandai hubungan pela di antara kedua masyarakat, adalah Perang Alaka (Sebagian menyebutnya sebagai perang hatuhaha pertama) yang terjadi pada tahun 1571 antara Hatuhaha dengan Portugis. Dan perang Hatuhaha ke-dua yang terjadi pada tahun 1637 antara Hatuhaha dengan Belanda. Dalam perang Hatuhaha pertama, Tuhaha mengirim kan bala bantuan malesi-malesi yang diambil dari sembilan soa, yang dipimpin oleh Kapitan aipasa, Patilapa dan Soumaha. Peperangan terjadi di daerah-daerah Kabau, Kailolo, Rohomoni, dan jalan-jalan menuju Alaka.
Setelah peperangan selesai, diadakan konsolidasi oleh kapitan-kapitan Tuhaha. Hasilnya bahwa malesi-malesi yang mewakili Soa Sopake dan Amahutai dinyatakan tewas seluruhnya dalam pertempuran tersebut. Tercatat marga-marga yang gugur dalam pertempuran tersebut, antara lain Sipalasi, Tulhandatul, Nustan, Matahelemual, Mataheloya, Makitabessy, Pakalesja, Latuhenakawan, Tomulya, Tehupatawa, Halatua, Nanuasa, Tehunawan, Peilekenon, Kisaulija dan Onasaa, bersama 14 marga lainnya yang tidak dijelaskan sampai hari ini. Semua malesi dari Tuhaha dikuburkan pada suatu tempat khusus yang bernama Ama Hatuhaha Tuhaha di Alaka.
Dengan peristiwa itu, maka pada tahun 1571 Hatuhaha Amarima mengangkat sumpah dengan Tuhaha sebagai "Orang Basudara" yang kemudian diabadikan sebagai Pela Darah atau BatuKarang .
Setengah abad lebih kemudian, tepatnya pada tanggal 5 Maret 1673, pecah perang Hatuhaha kedua yaitu perang antara Kerajaan Hatuhaha dengan Belanda. Disebutkan, perang ini dilakukan oleh Belanda melalui empat tahapan penting hingga akhirnya mencapai jantung pusat pertahanan Hatuhaha di Alaka. Pertama, pihak Belanda dipimin oleh Caan dan Deutekon mendarat di Kabau dengan menggunakan delapan kora-kora. Pertempuran ini terjadi hanya di sekitar Pantai Kabau, dan berhasil menduduki Daerah Kabau. Kedua, melakukan penyerangan ke Kailolo dengan mengerahkan 1016 prajurit yang terbagi kedalam tiga kelompok yang dipimpin oleh Major Piere Du Cams. Mereka menyusuri gunung-gunung terjal dan batu-batu karang yang tajam. Belanda akhirnya menduduki markas-markas pertahanan yang dibangun di kailolo. Disebutkan, dalam pertempuran ini banyak rakyat Kailolo yang menjadi korban. Rumah-rumah dibakar, dan bneteng-benteng yang terbuat dari batu, habis dihancurkan. Ketiga, melakukan penyerangan ke pusat Kerajaan Hatuhaha. Dalam penyerangan ini, Kerajaan Hatuhaha membangun pertahanan di lereng-lereng bukit. Mereka menggulingkan batu dan melempari Tentara Belanda dengan abu, sehingga jatuh korban di pihak musuh. Dan keempat, Belanda menyerang dengan mendatangkan pasukan panah Alifuru sebanyak 385 orang yang dipimpin oleh Kapitan Sahulau, Sumeit dan Sisilulu. Sedangkan pimpinan Kerajaan Hatuhaha adalah Kapitan Rambatu, Kapitan Ririasa dan Kapitan Tihulae.
Dalam peperangan inilah Kerajaan Hatuhaha mendapatkan bantuan dari Tuhaha sebagai tanda dari solidaritas pela. Pada tahun 1838 Latu Ulisiwa Kapitan Aipasa mengirimkan bantuan malesi-malesi yang diambil dari tujuh soa yang ada di Tuhaha, dan dipimpin oleh Kapitan Sasabone, Pattipeiluhu dan Polattu.
Namun, nasib tak beruntung dialami oleh pasukan Kapitan Pattipeiluhu. 30 anak buahnya gugur di medan perang sebagai bunga bangsa yang menghiasi Tanah Alaka hingga saat ini. Kapitan Pattipeiluhu ditangkap oleh Belanda dan diikat lalu dikurung dalam kurungan besi.
Mendengar kabar kekalahan Kapitan Pattipeiluhu di Alaka, Kapitan Aipasa memutuskan untuk berangkat ke Alaka, dan memimpin peperangan bersama Kapitan Hatuhaha. Setelah berjuang gigih menghadapi musuh, akhirnya Kapitan Pattipeiluhu dapat dibebaskan sehingga peperangan dilanjutkan dengan kepemimpinan trio Kapitan Hatuhaha, Kapitan Aipassa dan kapitan Pattipeilihu.
Dengan kepemimpina trio kapitan ini, pihak Belanda menuai kemalangan akibat kocar-kacirnya pertahanan mereka. Disebutkan Belanda dapat dikalahkan, walaupun harus dibayar dengan gugurnya Kapitan Rambatu dan beberapa orang yang terlibat dalam peperangan tersebut. Dan rakyat Hatuhaha dapat menikmati kebebasan.
Demikianlah, peperangan ini kemudian semakin menambah eratnya hubungan pela antara Hatuhaha dan Tuhaha Amarima. Perasaan senasib seperjuangan telah mengantarkan masyarakat dari kedua pulau yang dipisahkan oleh lautan itu, menjalin hubungan keakraban satu sama lain......!!!
Penerimaan CPNS BKKBN 2013 | cpns.bkkbn.go.id
11 tahun yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar